Matahari
bersinar cerah pagi itu, bahkan suhu di kota Yogyakarta dan sekitarnya mencapai
angka 30 derajat celcius, cukup panas. Membuat siapa saja enggan untuk keluar
ruangan. Tapi bagi Riyan, tak ada yang bisa menghalanginya untuk segera keluar
dari kostnya. Satu hari setelah dinyatakan tidak lulus di perguruan tinggi
negeri, Riyan langsung mendaftar di salah satu perguruan tinggi swasta di
Yogyakarta, ia tidak ingin menunda-nunda lagi, karena waktu pendaftaran digelombang
tiga hanya tinggal beberapa hari lagi. Sebenarnya, ia telah mendaftar di sana
sejak gelombang khusus akhir tahun lalu, tapi setibanya ia di Yogyakarta
beberapa bulan lalu, ia memutuskan untuk kembali mencoba ke perguruan tinggi
negeri.
Riyan
duduk di bangku tunggu, menunggu hasil ujian masuk yang baru saja
dilaksanakannya, ia optimis akan lulus, tapi terkadang pikirannya juga dihantui
rasa kekhawatiran tidak lulus, mungkin salah input jawaban, mungkin jawabannya
tidak terekam, atau apalah itu. Sebelum ujian dimulai, ia bertemu dengan
seseorang yang juga akan mengikuti ujian, orang itu berasal dari Kalimantan,
bernama Robi. Meski hanya berstatus sekolah tinggi, tapi nama kampus ini tak
sekecil kampusnya. Bahkan telah berstandar internasional dan menjadi salah satu
perguruan tinggi IT swasta terbaik tidak hanya di Indonesia tapi juga di Asia
Tenggara. Tak heran, mahasiswanya tidak hanya berasal dari pulau Jawa saja,
tetapi juga hampir dari seluruh provinsi di Indonesia.
“Huuh,” Riyan menghela nafas, masih
waktu istirahat, perutnya mulai terasa lapar, namun ia tetap duduk menunggu,
sambil memainkan jarinya diatas keypad
ponselnya. Perasaannya masih gelisah, pasalnya saat orang tuanya menelponnya
tadi malam, mereka akan menyuruhnya pulang jika tidak lulus lagi, dan itu
artinya dia harus kehilangan impiannya untuk bisa kuliah di kota pelajar ini.
Tanpa sadar, hampir 15 menit dia
menunggu sejak kembali dari masjid untuk shalat zuhur, seiring rasa lapar yang
semakin mengusik perutnya, Riyan menghampiri seorang wanita yang baru saja
duduk di bagian customer service.
Riyan menanyakan hasil ujiannya tadi, wanita itu tersenyum, kemudian mengambil
setumpukan kertas, dan mencari nama Riyan. Setelah ditemukan, wanita itu
mengatakan bahwa Riyan dinyatakan lulus dipilihan pertamanya, dan juga
menjelaskan langkah-langkah selanjutnya, Riyan dianjurkan untuk mendaftar
Pelatihan Super Unggul atau yang biasa disebut PSU, sebagai mata kuliah wajib
mahasiswa baru.
Mendengar itu, barulah ia bisa
bernafas lega, harapannya untuk masuk di Teknik Informatika akhirnya terwujud.
Segera ia menghubungi orang tuanya dengan bangga, meski hanya lulus di
perguruan tinggi swasta, setidaknya ia bisa kuliah di kota pelajar, sebagaimana
keinginannya dulu sejak SD. Dan mungkin memang disinilah jalan kesuksesannya. Setelah
urusannya selesai, Riyan langsung menuju halte Trans Jogja untuk kembali ke
kost.
***
Tiga kertas manila yang sudah
dipotong seukuran amplop, spidol kecil, buku, dan beberapa alat tulis, satu
persatu dimasukkan Riyan kedalam tasnya, sebagai perlengkapannya untuk PSU.
Dimulai hari ini hingga seminggu kedepan, ia akan mengikuti PSU, yang katanya
sebagai salah satu mata kuliah wajib. Sebelum meninggalkan kamar, ia menghadap
cermin, memastikan dasinya telah terpasang dengan baik. Sambil berdo’a, Riyan
melangkah meninggalkan kost menuju kampus.
Riyan sampai di kampus masih sangat
pagi, kampus masih terlihat sepi, hanya ada beberapa orang satpam dan petugas
kebersihan yang tengah sibuk menjalankan tugasnya dengan sigap. Sepertinya bis
yang di tumpanginya hari ini datang lebih cepat. Riyan melirik jam tangan yang
melingkar di pergelangan tangan kirinya, jarum pendeknya masih menunjukkan
angka 7, sementara PSU baru dimulai pukul 08.30.
Riyan berjalan mengelilingi gedung
kampus, sampai ia terhenti di sebuah gedung yang menghadap langsung ke gerbang
keluar sebelah barat. Ia duduk di sebuah anak tangga di depan gedung itu yang
kemudian diketahuinya dalah gedung perpustakaan. Kembali ia mengeluarkan sebuah
buku yang sudah dibacanya sejak di perjalanan tadi. Riyan memang sangat senang
mengisi waktu luangnya dengan membaca. Selain membaca hobi lainnya adalah
seperti kebanyakan orang yang hobi membaca lainnya, yaitu menulis. Saking
sukanya menulis, ia tak pernah lupa membawa buku catatan dan pena kemanapun ia
pergi. Kalau tidak, ia akan menulis di ponselnya. Bahkan tak jarang ia
mempostingnya di akun facebooknya.
Parkiran kampus sudah mulai terisi
dengan banyak kendaraan, Riyan mengalihkan pandangannya menuju taman parkir
yang ada di hadapannya, ada beberapa orang disana. Tapi ia lebih tertarik
memperhatikan dua orang yang baru saja memarkirkan kendaraannya bersebelahan.
Masih terlihat agak canggung, kedua orang itu saling berjabat tangan dan
berbicara, sepertinya mereka baru kenal. Riyan langsung bisa menebak dua orang
itu pasti juga peserta PSU, karena memakai seragam putih-hitam, sama seperti
dirinya. Dua orang itu berjalan menuju gedung kampus, ketika dua orang itu
berjalan tepat dihadapan Riyan, salah satu orang itu sedikit menunduk sambil
mengulas senyum , Riyan membalas dengan tersenyum. Dan setelah kedua orang itu
tak lagi tampak, ia kembali melanjutnya bacaannya.
Kembali diliriknya jam tangannya,
kurang dari 40 menit lagi PSU akan segera dimulai, ia meletakkan potongan
kertas disela-sela buku dan menutupnya, lalu bangkit dari duduknya dan
menepuk-nepuk bagian belakang celananya, kemudian berjalan menuju gedung unit
IV tempat PSU dilaksanakan. Di depan
kelas yang pertama kali ia ditemui di lantai dua, ia menghentikan langkahnya,
ia duduk di kursi besi yang terletak di sisi dinding pembatas, dan kembali fokus
dengan bukunya. Sesaat sebelum ia mengeluarkan bukunya, tak sengaja ia melihat
dua orang yang tadi diperhatikannya di parkiran sedang sibuk menggunting kertas
manila di kursi yang lain, sambil sesekali tertawa kecil.
Beberapa menit kemudian datang
seseorang berseragam satpam dengan dasi yang menggantung dari kerah bajunya. Ia
mengarahkan para peserta untuk segera memasuki ruang kelas. Ruangan empat
persegi itu di dominasi warna putih, sama seperti dinding luar, tapi secara
keseluruhan, kampus ini diwarnai dengan perpaduan ungu muda dan ungu tua jika
dilihat dari luar. Di dalam kelas itu terdapat kursi lipat yang disusun empat
baris, dua baris menghadap ke utara dan dua baris lagi menghadap ke selatan. Tepat
menghadap pintu masuk, tergantung sebuah layar proyektor. Yang di bawahnya terdapat
meja dosen berwarna kuning kombinasi ungu dan di sebelah layar itu terdapat whiteboard.
Karena berasal dari kampung, ini
kali pertamanya Riyan melihat ruang kelas yang cukup lengkap, yang dilengkapi
pendingin ruangan dan juga fasilitas multimedia sebagai penunjang belajar.
Tanpa perlu dikomando, Riyan mengambil posisi di kursi nomor dua dari papan
tulis pada barisan paling depan yang menghadap ke utara. Tujuannya agar dekat
dengan papan tulis, sementara orang-orang lebih suka untuk memilih duduk di
bangku belakang.
Bersambung ......
0 komentar:
Posting Komentar