Sepeda motor
yang membawanya menuju kampus kembali berhenti, ketika lampu lalu lintas
kembali menyala merah. Trio meraih ponsel dari sakunya, wajahnya terlihat cemas
saat ia menatap layar ponselnya yang menampilkan waktu 08.28, itu artinya
tinggal dua menit lagi kegiatan PSU akan dimulai. Pandangannya beralih pada
lampu APILL yang masih menampilkan angka 92. Kurang lebih satu kilo meter lagi
ia akan tiba di kampus, melihat kondisi jalan ring road utara yang selalu padati
kendaran, mustahil rasanya ia bisa tiba di kampus dalam waktu kurang dari dua
menit.
Sampai di kampus,
Trio sudah terlambat tiga menit dari jadwal yang sudah ditetapkan. Turun dari
motor, tak lagi dihiraukan kakaknya dan langsung melesat menuju gedung unit IV.
Jantungnya turut berpacu, sebagai mahasiswa baru wajarlah ia merasa gugup karena
datang terlambat di hari pertama masuk kuliah. Sampai lantai dua, ia mengatur
napas, dan dengan perlahan membuka pintu. Diedarkannya pandangan keseluruh
ruang kelas. Ia berjalan canggung dan duduk di depan meja dosen –tepatnya kursi
kedua dari meja dosen– menghadap selatan.
Ia kembali bernapas lega saat mengetahui PSU belum dimulai. Bagi Trio saat-saat
seperti ini ia sangat bersyukur dengan adanya budaya ngaret di Indonesia.
Trio
mengibas-ngibaskan kerah bajunya karena gerah, padahal dua pendingin ruangan
yang terpasang didinding belakang masih bekerja normal. Tatapannya lurus
kedepan, didapatinya seorang yang duduk di depannya sedang senyum-senyum
sendiri dengan kepala menunduk kebawah. Trio memperhatikan kanan kirinya,
mencari tau apa yang membuat orang itu senyum-senyum sendiri. Lantas, ia
tersadar bahwa bajunya telah berantakan, segera ia merapikan kerah baju dan dasinya
yang hampir terlepas. Kembali ia menatap orang di depannya dan saat yang
bersamaan orang itu mengangkat kedua tangannya keatas meja beserta buku yang ada
dalam genggamannya. Barulah Trio mengerti, sejak tadi orang itu senyum-senyum
Karena sibuk membaca buku, mungkin buku komedi, tapi entahlah, dia tidak
melihat cover bukunya. Hei, kenapa dia jadi memikirkan hal yang tidak penting
itu.
Tak lama
kemudian pintu berderit, seseorang berpakaian rapi dan berdasi memasuki
ruangan, disusul oleh temannya di belakang yang juga mengenakan dasi –entah
kenapa kampus ini memang dikenal sebagai kampus berdasi– kedua orang itu sudah
tentu adalah dosen yang akan menjadi fasilitator pada kegiatan PSU hari ini.
Salah satu diantaranya duduk di bangku dosen dan satunya lagi memberi salam,
sambil menyapa dan membuka kegiatan Pelatihan Super Unggul.
***
Waktu istirahat,
semua para peserta keluar ruangan satu persatu setelah itu mengantre untuk
mengambil snack yang telah disediakan. Setelah menerima snacknya, Trio duduk di
kursi besi panjang. Ia meletaknya snacknya dalam pangkuannya, ia lebih tertarik
untuk meraih ponselnya dan berselancar di aku8nn facebooknya. Terlalu asik
bermain di facebokk, sampai-sampai ia tak sadar ada orang disebelahnya yang
menatapnya karena sesekali ia tertawa dengan keras. Orang disampingnya itu
menepuk paha Trio dan menyapanya “Kenapa ketawa-ketawa sendiri gitu?”
“Liat beranda
facebook, ada-ada aja status orang sekarang ini,” jawab Trio, setelah itu
kembali menatap layar ponselnya. Sifatnya yang masih pemalu membuatnya susah
akrab dengan orang baru, padahal tadi saat PSU mereka belajar tentang cerita
khayal dan juga pengembangan diri, serta motivasi untuk lebih menambah
kepercayaan diri.
Orang
disampingnya juga ikut sibuk menggerakkan jari-jarinya dengan cepat diatas
layar ponselnya, sambil berbicara dengan temannya yang juga duduk disebelahnya.
Trio nmengenali wajah kedua orang itu, mereka berdua juga berada dalam satu
kelas dengan Trio saat PSU tadi, tapi dia lupa siapa namanya. Tak mudah memang
mengingat nama banyak orang dalam waktu yang singkat. “kita satu kelas kan
tadi?” Suara orang disebelah Trio tadi sedikit mengejutkannya.
“Hahh, eh iya
tah?” Trio malah balik bertanya pura-pura tidak tahu.
“Iya, tadi aku
duduk dibarisan depan dekat pintu masuk, kamu yang terakhir masuk tadikan? Oh
ya nama kamu siapa? Aku lupa, tadi terlalu banyak yang memperkenalkan diri,” orang
itu mengulurkan tangannya kearah Trio.
Trio menyimpan
ponselnya di tangan sebelah kiri, sementara tangan kanannya menyambut uluran
tangan orang itu, mereka berdua bersalaman sambil berkenalan, “Namaku Tri
Satrio, biasanya dipanggil Trio, nama kamu? Aku juga lupa, hehehe.”
“Namaku Arif
Syaifullah, panggil saja Arif, kenapa kuenya gak dimakan?
“Oh ya, ngecek
hp dulu tadi, malah kebablasan,” Trio membuka kotak snacknya, menjuput sepotong
kue lapis dan memakannya.
Arif dan Trio
banyak bercerita, mulai dari asal sekolah, pengalaman mereka sewaktu di sekolah,
dan juga kronologis mereka bisa sampai di kampus ini. Sedang teman Arif yang
sejak tadi memperhatikan mereka berdua hanya diam, sibuk bermain game.
Beberapa menit
setelah istirahat, mereka kembali memasuki ruang kelas. Trio duduk di tempatnya
semula, orang yang tadi duduk di depannya sudah pindah di pojok masih dengan
bukunya yang seolah telah menyatu dengan tangannya sehingga tak bisa terlepas.
Usai PSU hari
pertama, Trio berjalan tanpa tujuan yang jelas sambil menunggu kakaknya datang
menjemput, sampai ia tiba di sebuah taman yang dipenuhi dengan dua bangku panjang
yang saling berhadapan dengan meja ditengahnya dan dilrngkapi dengan atap. Di
taman itu juga terdapat dua warung kecil di masing-masing sudut pagar taman, satu
warung menjual makanan ringan dan satunya lagi menjual es. Trio duduk di salah
satu kursi yang masih kosong, kembali mengeluarkan ponselnya dan membuka akun
facebooknya.
***
Riyan baru saja selesai melaksanakan shalat
zuhur di masjid kampus. Setelah memakai sepatu, ia turun sampai kelantai dasar.
Ia keluar dari unit II, karena masih siang, ia berencana untuk makan siang
sambil membuat tulisan. Segera ia berjalan menuju tempat favoritnya di kampus,
yaitu disebuah taman kecil yang berada di sisi kiri gedung pasca sarjana.
Sampai disana,
tidak ada tempat yang kosong, hanya ada satu tempat yang diduduki satu orang
yang terlihat sedang memaikan ponselnya. Riyan memutuskan untuk pergi, tapi
setelah dia tahu orang itu adalah teman satu kelasnya tadi, dia pun
memberanikan diri untuk mendekati orang itu.
“Permisi mas,
boleh saya duduk disini?” Tanya Riyan pada orang itu, setelah ia tiba ditempat
orang itu duduk.
“Oh iya mas,
silahkan. Santai aja, ini kan tempat umum,” Jawab orang itu dengan nada masih
malu-malu juga.
“Terimakasih
mas, saya tidak mengganggu kan?”
“Enggak kok,
duduk aja mas,” Sambil menggeser tempat duduknya.
“Saya disini aja
mas,” Riyan duduk bersilangan dengan orang itu. Mereka berdua hanya duduk diam
membisu, masing-masing sibuk dengan kegiatannya sendiri. Riyan mengeluarkan
buku catatannya dan mulai menulis tentang pengalamannya hari ini, hari
pertamanya mengikuti PSU, bertemu dengan teman-teman baru. Dan mendapatkan ilmu
tentang bagaimana mengembangkan bakat dan potensi diri. Sesekali ia berhenti,
mencoba mengingat-ingat dan juga memikirkan kata yang cocok, agar ceritanya
terkesan menarik. Tak lagi dihiraukannya kerumunan orang-orang. Itu adalah
kebiasaannya ketika sedang menulis atau pun membaca, selalu cuek dengan keadaan
sekitar, seakan ia merasa hanya ada dirinya di dunia ini. Bahkan selera makan
siangnya pun hilang.
“Dua
orang atau lebih yang dipertemukan Tuhan secara tidak sengaja dengan cara-cara
yang juga tidak biasa biasanya mengandung makna tersembunyi, bisa karena mereka
memiliki ikatan keluarga tanpa mereka ketahui, ataupun hanya sebagai teman,
tapi bukan teman yang biasa”
Mendengar
perkataan itu, membuat Riyan berhenti dari menulis. Tak biasanya dia mudah
terkecoh saat menulis, apalagi hanya dengan perkataan orang di depannya itu.
Riyan menutup bukunya, dan menatap orang itu dengan tatapan heran, orang itu
balas menatapnya dengan wajahnya yang terlihat seperti orang yang salah
tingkah. Kemudian ia menunjukkan ponselnya kearah Riyan. Layar ponselnya
menampilkan sebuah halaman facebook dimana sebuat kalimat yang baru saja dia
ucapkan tertulis disana. “Baca status teman facebook,” Orang itu menambahkan
penjelasan.
“Boleh aku liat
sebentar?” Ucap Riyan sambil mengulurkan tangan kanannya.
“Boleh,” orang
itu menyodorkan ponselnya yang langsung diraih oleh Riyan.
“Status teman
kamu?” Tanya Riyan penasaran.
“Iya, Cuma temen
facebook sih,” orang itu menjawab, tapi wajahnya terlihat bertanya-tanya, apa
sebenarnya yang diinginkan oleh Riyan.
“Tunggu sebentar
ya, aku segera kembali,” Riyan beranjak dari tempat duduknya hendak pergi.
“Eh itu, HPnya,”
orang itu ikut berdiri sebelum Riyan melangkahkan kakinya.
“Oh iya, ini,
maaf lupa,” kemudian pergi kearah warung es, sementara orang itu terus
memandangi punggungnya dengan heran. Tak lama kemudian Riyan kembali
menghampiri orang itu dengan membawa dua gelas milkshake ditangannya, dan memberikan yang satunya kepada orang
itu.
“Makasih mas,
bentar, aku ganti uangnya,” orang itu merogoh saku belakang celananya mengambil
dompet.
“Udah gak usah
mas, santai aja kali, ayo diminum, pasti haus kan, udaranya panas banget hari
ini,” Riyan kembali duduk, kali ini berhadapan dengan orang itu. Lalu kembali
bertanya, “Kamu kenal sama dia?”
“Hahhh, dia? Dia
siapa? Yang mana?” Orang itu mengedarkan pandangannya kesana-kemari seperti
sedang mencari seseorang.
Riyan hampir
saja tersedak melihat tingkah orang didepannya itu “Maksudku, kamu kenal sama
Raden Fikriyan itu?”
“Mmm, Cuma teman
di facebook, gak kenal sama sekali, tapi dia itu orangnya baik.”
“Dari mana kamu
tau, tadi kamu bilang gak kenal sama sekali?”
“Awal mulanya
dulu sewaktu aku masih kelas XI aku pernah buat status, Karena merasa menyesal
memilih SMK. Terus dia komen di statusku kasi motivasi gitu. Gak sengaja kau
cek profilnya, karena kau kira dia temen aku atau orang yang kenal samaku. Tapi
ternyata bukan, aku liat statusnya dia itu, selalu kata-kata bijak,
kutipan-kutipan dari para penulis, juga beberapa kutipan hadis dan al-qur’an,”
jelas orang itu panjang lebar.
Riyan terdiam
sejenak, entah dia terlalu serius mendengarkan atau sedang memikirkan sesuatu,
sampai akhirnya ia hanya berkata pendek, “Oh gitu ceritanya.”
“Iya, tapi dia
itu misterius juga, di agak pernah kasi foto di profil facebooknya, data
dirinya juga gak lengkap. Apa kamu kenal juga sama dia?” orang itu balik
bertanya.
“Eh, mmm….”
Riyan seperti sedang menjawab pertanyaan yang susah saja, ia berhenti sebentar
kemudian melanjutkan, “Oh ya, dari tadi kita ngobrol, tapi belum kenalan, kita
satu kelas PSU tadi kan? Tapi aku lupa siapa nama kamu, namaku Riyansyah
Azhari, keluargaku manggil aku Iyan, tapi teman-teman biasanya manggil Riyan.”
***
Beberapa saat ketika Trio duduk, tiba-tiba ia
dikejutkan oleh kehadiran orang meminta izin untuk duduk bersamanya. Orang itu
adalah sikutu buku, begitulah dia menamai orang itu, orang yang sering
dilihatnya menyendiri dengan bukunya selama PSU berlangsung. Tapi kali itu,
orang itu tidak membawa buku, sepertinya sedang mendengarkan musik, terlihat
ada sepasang earphone terpasang
ditelinganya.
Awalnya ia
mengira orang itu pendiam dan senang menyendiri, bahkan sempat berprasangka
buruk, saat orang itu hendak pergi membawa ponselnya. Tapi, ternyata dugaannya
salah, orang itu ternyata bisa sangat bersahabat. Hanya karena sebuah status
facebook, bisa menjadi bahan pembicaraan yang panjang dan menyenangkan. Bahkan
orang itu membelikannya milkshake,
disaat memamg dirinya merasa haus. Dan lupa membawa uang, tapi pura-pura ingin
mengganti, beruntung orang itu tidak bersedia di bayar, andai saja orang itu
mau menerima bayaran, entah apa yang akan di lakukan Trio.
Sekian lama
mereka mengobrol, Trio bertanya balik pada orang itu, apakah dia kenal dengan
orang yang membuat status itu, yang menjadi bahan pembicaraan mereka. Tapi
orang itu malah terlihat seperti sengaja mengalihkan pembicaraan dan mengajak
berkenalan. “Eh, mmm….” Orang itu diam sejenak, lalu kembali berkata, “Oh ya,
dari tadi kita ngobrol, tapi belum kenalan, kita satu kelas PSU tadi kan? Tapi
aku lupa siapa nama kamu, namaku Riyansyah Azhari, keluargaku manggil aku Iyan,
tapi teman-teman biasanya manggil Riyan.”
Trio menyambut
uluran tangan orang itu, “Namaku Tri Satrio, panggilannya Trio, tadi waktu kamu
perkenalan kayaknya kau lagi permisi ke toilet, soalnya aku gak liat kamu
perkenalan, tapi sejak kamu datang kesini tadi aku bisa tau nama kamu dari
situ” Trio menunjuk dada sebelah kanan Riyan yang bertuliskan nama Riyansyah
Azhari.
“Oh iya, berarti
percuma kau memperkenalkan diri tadi. kalo aku panggil Tio, kamu gak keberatan
kan?”
“Kenapa harus
Tio?” Tanya Trio
“Biar beda aja,
hehehe.”
“Ya, terserah
kamu saja, biar beda, luar biasa, bagus sekali ya?”
Riyan
mengerutkan alisnya mewakili pertanyaan dari mana Trio bisa tau kata-kata itu.
“Itu, tadi waktu
kamu persi, aku gak sengaja liat di belakang jaket kamu.”
“Oh itu, itu
yel-yel kelas dulu sewaktu SMA, kamu asalnya dari mana?”
“Aku aslinya
dari Lampung, tapi nenek aku orang Kulon Progo, kamu darimana?”
“Eh Tio, maaf
ya, aku harus pulang sekarang. Assalamualaikum,” Riyan menyeka hidungnya,
kemudian memakai masker dan pergi berlari meninggalkan Trio. Sampai iya tak
lagi tampak di terhalangi gedung kampus, dia lupa membawa buku catatannya tadi.
Trio terus
memandangi Riyan, sampai tak lagi tampak diantara gedung-gedung tinggi yang
menutupinya, ponselnya berdering tanda pesan masuk, setelah menatap layarnya
sebentar, ia bangkit dan tak sengaja tangannya menyentuh sebuah buku. Ia
mengambil buku itu, lantas pergi menemui kakaknya yang sudah menunggunya di
depan kampus.
0 komentar:
Posting Komentar